Materi

Peran olahraga dalam Mengelola Kesehatan Mental Emosional

Manusia merupakan makhluk sosial yang setiap harinya akan berinteraksi dengan orang lain. Interaksi tersebut bisa berupa pekerjaan, belajar, dan bermain. Ketika melakukan interkasi perlu memiliki kondisi badan yang sehat sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik, akan tetapi sekarang marak kesehatan mental manusia mulai terganggu karena ketidak mampuan seseorang dalam mengelola emosi  dalam menghadapi persoalan tertentu atau menumpuknya masalah secara terus menerus. Menurut Swastym (2022) mengatakan, survei Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) menunjukan sekitar 15,5 juta remaja mengalami gangguan mental sehingga memiliki kesulitan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Kesehatan mental emosional dapat dibagi menjadi 3 yaitu, stress, anxiety, dan depresi.

  1. Stress adalah perasaan tertekan, perasaan tertekan dapat membuat seseorang yang mengalami stress menjadi mudah marah, tersinggung, konsentrasi menjadi terganggu dan hal ini akan berpengaruh bagi kesehatan orang yang mengalami stress.
  2. Anxiety merupakan perasaan tidak nyaman seperti gelisah, khawatir ataupun takut yang merupakan manifestasi dan faktor fisiologis.
  3. Depresi terjadi karena seseorang kehilangan pekerjaan, kehilangan orang yang disayang, penyakit, penghasilan, reputasi, tenang, dan kepercayaan diri yang akhir dapat menyebabkan seseorang kehilangan kegembiraan atau gairah.

Mengelola kesehatan mental merupakan upaya seseorang dalam menjaga serta meningkatkan kesejahteraan mental individu melalui berbagai sarana salah satunya adalah olahraga. Olahraga kerap kali menjadi kebutuhan masyarakat bagi mereka yang memiliki target untuk mempunyai badan yang ideal. Pasca pandemi covid-19 masyarakat Indonesia mengalami peningkatan dalam melakukan aktivitas olahraga karena sadarnya investasi kesehatan melalui olahraga. Hal ini dibuktikan pada Laporan Nasional Sport Development Index Tahun 2021 yang dibuat oleh Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga mengatakan, dimensi partisipasi olahraga sebanyak 81,2% menyatakan melakukan olahraga dalam seminggu terakhir dengan rincian 30,1% hanya melakukan olahraga 1 kali perminggu, 34,7% melakukan olahraga dua kali seminggu dan 35,2% melakukan olahraga sebanyak 3 kali seminggu (Mutohir, etc. 2021:55). Olahraga yang baik adalah olahraga yang dilakukan secara terukur dan teratur. Terukur yang dimaksud merupakan tidak adanya porsi latihan berlebihan yang melebihi batas  kemampuan individu tersebut baik dalam beban maupun intensitasnya. 

Hasil penelitian yang dilakukan Ricca A dan Abdurahman B (2018) dengan partisipan 21 laki-laki dan 79 perempuan sehingga totalnya 100 partisipan dari mahasiswa Poltekkes Kemenkes Jakarta III menunjukan kebiasaan olahraga dapat mempengaruhi tingkat stress menjadi lebih baik. 

Gambar 1. Proses HPA ketika olahraga

(Sumber: https://empoweredhealthinstitute.com/what-is-the-hpa-axis/  )

Pada saat berolahraga sirkulasi darah seseorang akan meningkat dan mempengaruhi hipotalamus di otak sehingga kemudian melepaskan corticropin-releasing hormone (crh), yang merangsang kelenjar pituitari untuk melepaskan adrenocortropic hormone (acth), proses ini disebut juga dengan HPA Axis. Menurut Miller (2018) mengatakan, “HPA axis is central to homeostatis, stress responses, energy metabolism, and neuropsychiatric function”. Hal ini berarti HPA merupakan saraf pada hormon yang mempertahankan kestabilan diri berupa mengontrol reaksi terhadap stress, sistem kekebalan tubuh, suasana hati, emosi, seksualitas dan penyimpanan penggunaan energi. Maka ketika seseorang berolahraga secara teratur dan terukur tubuh menjadi terbiasa mengatasi stres fisik dan memiliki respons kortisol yang lebih seimbang, sehingga orang yang rajin berolahraga tidak memiliki lonjakan hormon stres yang berlebihan ketika menghadapi tantangan fisik atau emosional.    

Ketika melakukan aktivitas olahraga tubuh akan melepaskan hormon endorfin, serotin dan dopamin (Makarim, 2020). Hormon endorfin berfungsi menimbulkan perasaan euforia serta mengurangi aktivasi HPA axis dengan menurunkan produksi hormon stres seperti kortisol pada saat selesai berolahraga, sehingga suasana hati meningkat. Dopamin berfungsi untuk meningkatkan mood karena dopamin juga sering disebut dengan hormon “Happy Hormone”. Kadar serotin yang meningkat berdampak positif pada suasana hati, serta meningkatkan kualitas tidur di malam hari.

Ahmad Muflih Anshory, M.Or

Pembina Asrama

Daftar Pustaka :  

Affari, L. 2011. Dampak Aktivitas Bersepeda Terhadap Kesehatan Mental Emosional: Studi Kasus Pada Komunitas Pekerja Bersepeda Bike to Work Bandung. Diakses di http://repository.upi.edu/id/eprint/ 10446 pada tanggal 9 Oktober 2024.

Andalasari, R., Abdurahman, B. BL. 2018. KEBIASAAN OLAH RAGA BERPENGARUH TERHADAP TINGKAT STRESS MAHASISWA POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan. Vol.5/No.2/Maret.

Swasty, R. 2022. Survei I-NAMHS: 15,5 Juta Remaja Indonesia Memiliki Masalah Kesehatan Mental. Diakses di https://www.medcom.id/pendidikan/riset-penelitian/0kp5Z5EK-survei-i-namhs-15-5-juta-remaja-indonesia-memiliki-masalah-kesehatan-mental pada tanggal 10 Oktober 2024.

Makarim, F. R. 2020. Alasan Olahrga Baik untuk Menjaga Kesehatan Mental. Diakses di Alasan Olahraga Baik untuk Menjaga Kesehatan Mental (halodoc.com) pada tanggal 9 Oktober 2024.

Miller, W. L. 2018. The Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis: A Brief History. National Library of Medicine. doi: 10.1159/000487755 
Mutohir, T. C., etc. 2021. Laporan Nasional Sport Development Index Tahun 2021. Diakses di https://img-deputi3.kemenpora.go.id/files/document_file/2023/07/17/30/634laporan-nasional-sport-development-index-tahun-2021.pdf  pada tanggal 9 Oktober 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *